Minggu, 14 Juni 2015

SPI : KERAJAAN MUGHAL

BAB  I
PENDAHULUAN

Hancurnya Bagdad pada tahun 1258 M akibat invasi Mongol tidak saja mengakhiri Khilafah Abbasiyah tetapi juga mewarnai corak perkembangan politik dunia Islam secara keseluruhan yang semula bersatu di bawah naungannya. Kerajaan kerajaan kecil yang semula berada di bawah khalifah mulai terpecah-pecah menjadi pendukung dari setiap kantong pranata politik. Walaupun terpecah pecah akan tetapi dampak positif dari kondisi seperti itu masing masing daulah yang kecil itu mampu menampilkan berbagai potensi peradaban yang mereka miliki, sejalan dengan kelebihan dan kekurangannya dalam mengaktualkan Islam.
Pada abad ke-16 periode pertengahan situasi politik umat Islam berkembang kembali dengan munculnya 3 kerajaan besar yaitu Turki Usmani, Syafawi di Persia dan Mughal di India. Ketiganya mampu menyatukan kembali kantong politik yang bercerai berai di seluruh kawasan dunia Islam.  Dalam makalah ini akan dibahas Islam di Asia Selatan India terutama pada masa Kerajaan Mughal. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sejarah berdirinya Kerajaan Mughal, kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal beserta faktor faktor yang mendorong kemajuan tersebut  dan  kemunduran Kerajaan Mughal beserta penyebab penyebabnya. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat mengambil pelajaran atauibrah dari Kerajaan Mughal ini.


 

BAB  II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Berdirinya Kerajaan Mughal.

Kerajaan Mughal di India didirikan pada tahun 1526 M oleh  Zahirudin Babur. Kerajaan Mughal disebut juga sebagai kerajaan timur yang Agung (Ad Daulah Al Timuriyahal Addhimah).[1] Kerajaan ini berdiri seperempat Abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi, jadi diantara ketiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda.[2] Sultan Babur adalah nama kecil dari Zahirudin, yang artinya singa, ia lahir pada hari Jum’at 24 Februari 1483 M.  Ia  adalah seorang keturunan bangsa Turki (pihak ayah) dan bangsa Padang Pasir Lodhi/ Jengis Khan (pihak ibu).  Ia adalah satu cucu dari Timur Lenk dari etnis Mongol,  keturunan Jengis Khan yang telah masuk Islam dan pernah berkuasa di Asia Tengah pada abad ke-15. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Namun demikian ia sangat pemberani sehingga kelihatan lebih matang dari usianya. Dia mendapat latihan sejak dini, sehingga memungkinkannya untuk menjadi seorang pejuang dan penguasa besar.
Setelah naik tahta ia mencanangkan obsesinya untuk menguasai seluruh Asia Tengah, sebagaimana Timur Lenk tempo dulu. Namun, ambisinya itu mengalami kegagalan karena terhalang oleh kekuatan Urbekiztan, Namun berkat bantuan Ismail I (1500-1524 M) raja Safawi, Babur dapat menguasai Samarkand  tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibukota Afganistan. Sebagai seorang keturunan Mongol, Babur memiliki sifat bawaan pemberani dan ahli dalam perang. Ia berpandangan bahwa India akan berhasil dibangun menjadi imperium yang kuat mengingat kekayaan yang dimilikinya.
Pada saat Babur berkuasa di Kabul, ia meneruskan expansinya ke India, saat itu Ibrahim Lodhi penguasa India  sedang dalam masa kekacauan, pemerintahannya dilanda krisis sehingga menyebabkan stabilitas pemerintahannya menjadi kacau,  Ibrahim Lodhi (cucu Sultan Lodhi), Sultan Delhi terakhir, memenjarakan sejumlah bangsawan yang menentangnya. Ketika itu kewibawaan kesultanan sedang merosot, karena ketidak mampuannya memimpin atas dasar itulah Alam Khan paman dari Ibrahim Lodhi  berusaha menggulingkannya bersama sama Daulat Khan, gubernur Lahore mengirim utusan ke Kabul meminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi permohonan itu langsung diterimanya.[3] Kesempatan ini digunakan sebagai pintu bagi Babur untuk merealisasikan impiannya memperluas imperium sampai di India. Sultan Babur segera menyiapkan pertempuran untuk menjatuhkan raja Lodhi.
Pada bulan November tahun 1525 M  Babur berangkat dari Kabul menuju Punjab iapun berhasil menguasai Punjab, ibu kota Lahore dengan mudah. Setelah itu  Pada tanggal 21 April tahun 1526  M/15 rajab 932 H  Babur dengan 12. 000 tentaranya  menuju Delhi untuk menyerang Ibrahim yang mengerahkan pasukannya sebanyak 100.000 prajurit, terjadi pertempuran besar di kota Panipat. Sultan Ibrahim Lodhi beserta ribuan tentaranya  dapat dikalahkan oleh tentara Sultan Babur, dan berakhirlah kerajaan Delhi. Dengan berakhirnya Kerajaan Delhi maka  Sultan Babur kemudian mendirikan Kerajaan Mughal dan pemerintahannya terkenal dengan nama Kesultanan Mughal dengan ibu kotanya di kota Delhi. 
Raja Raja Yang Berkuasa Di Kerajaan Mughal.
 Selama masa pemerintahannya Kerajaan Mughal dipimpin oleh beberapa orang raja. Adapun Raja-raja yang sempat memerintah Kerajaan Mughal antara lain:
1.    Zahiruddin Babur (1526-1530).
Setelah mendirikan Kerajaan Mughal, Babur berusaha memperkuat kedudukannya. Di pihak lain raja-raja Hindu di seluruh India menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur  di Afganistan, golongan yang setia pada keluarga Ibrahim Lodhi mengangkat saudara kandung Ibrahim, Mahmud Lodhi menjadi Sultan. Sultan Mahmud Lodhi bergabung dengan raja-raja Hindu tersebut. Ini berarti  Babur harus berhadapan dengan pasukan koalisi, namun Babur tetap dapat mengalahkan pasukan koalisi itu dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 M. Akan tetapi ia tidak lama menikmati hasil perjuangannya. Ia meninggal dunia pada tanggal 26 Desember 1530 M pada usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun. Dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang.
2.    Humayun (1530-1556).
    Sepeninggal Babur, ia digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Humayun.[4] Humayun dilahirkan di Kabul pada tahun 1506 M/913 H. Ia mendapat pendidikan dari ayahnya tentang politik dan perang. Ketika  ayahnya sakit ia diangkat menjadi putra mahkota dan sesudah wafat ayahnya ia menggantikan  ayahnya sebagai raja. Ketika itu, Humayun berusia sekitar 23 tahun. Humayun memerintah selama lebih dari seperempat abad yaitu  dari tahun 1530-1556 M. Selama Sembilan tahun pemerintahannya masa kekuasannya tidak pernah aman ia senantiasa berperang melawan musuh. Pemerintahan Humayun dapat dikatakan sebagai masa konsolidasi kekuatan periode I. Sekalipun Babur berhasil mengamankan Mughal dari serangan musuh, Humayun masih saja menghadapi banyak tantangan. Diantara tantangan yang muncul adalah pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang bermaksud melepaskan diri dari Delhi. akan tetapi ia berhasil mengalahkan pemberontakan Bahadur Syah, Bahadur Syah melarikan diri dan  Gujarat dapat dikuasai. Pada tahun 1450 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini Humayun mengalami kekalahan, dalam peperangan yang dilancarkan oleh Sher Khan dari Afganistan. Ia melarikan diri ke Kandahar lalu ke Persia.
Di persia ia kembali menyusun kekuatan. Pada saat itu Persia dipimpin oleh penguasa Safawiyah yang bernama Tahmasp. Setelah lima belas tahun menyusun kekuatannya dalam pengasingan di Persia, Humayun kemudian menyerang musuh musuhnya dengan bantuan raja Persia Tahmasp. Humayun berhasil mengalahkan Sher Jahan Syah  dan berusaha menegakkan kembali kekuasaan Mughal di Delhi pada tahun 1555 M. Ia mengalahkan kekuatan Khan Syah. Setahun kemudian, yakni pada tahun 1556 Humayun meninggal karena terjatuh dari tangga perpustakannya.[5] Ia digantikan oleh putranya Akbar.

3.    Akbar (1556-1605).
Akbar memiliki nama lengkap Jalaluddin Muhammad Akbar Bin Humayun Bin Babur. Akbar dilantik menjadi raja saat berusia 14 tahun karena ia masih muda  maka urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syiah.  Akbar adalah raja Mughal paling kontroversial. Masa pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan kejayaan Mughal sebagai sebuah dinasti Islam yang besar di India. Di awal masa pemerintahannya situasi kondisi kerajaan sangat genting. Hal ini dapat dipahami karena satu persatu wilayah wilayah yang ditaklukkan oleh Humayun mulai melepaskan diri diantara wilayah-wilayah  yang  melepaskan diri  adalah Sultan-Sultan  dari Dinasti Sur dan Dinasti Himu,  begitu juga Adil Syah yang menduduki Chumar dan Sikandar Shah yang menduduki wilayah Doab. Selanjutnya pada awal masa pemerintahannya juga Akbar menghadapi  pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab.
Pemberontakan yang paling mengancam kekuasaan Akbar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Himu yang menguasai Gwalior dan Agra. Pasukan pemberontak berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut sehingga terjadilah peperangan dahsyat yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu dapat dikalahkan dan ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agra dan Gwalior dapat dikuasai penuh.[6]
 Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam Khan memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur. Tahun 1561 M Setelah persoalan-persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal, Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik. Dalam pemerintahan militeristik tersebut sultan adalah penguasa diktator. Pemerintah daerah dipegang oleh seorang sipah salar (kepala komandan) sedang subbdistrik dipegang oleh faujdar (komandan). Jabatan jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Pejabat pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran. Akbar juga menerapkan apa yang dinamakan dengan politik sulakhul (toleransi universal) dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
4.    Jahangir (1605-1627).
Sultan Akbar meninggal pada tahun 1605 M. kemudian putranya yang bernama Salim  naik untuk menggantikannya sebagai sultan dengan gelar Nur Ad Din Muhammad Jahangir Pasha Ghazi. Jahangir dijuluki sebagai raja pelukis karena karya-karyanya yang bagus dan luar biasa. Jahangir dinikahkan dengan puteri Persia, Mehrun Nisa’, setelah menjadi permaisuri diberi gelar Nurjahan. Karena kecintaannya kepada permaisurinya, ia terlena. Sang istri mulai ikut campur dalam urusan kenegaraan, akibatnya kewibawaan dari Sultan Salim mulai luntur.
Kepemimpinan Jihangir (1605-1627) didukung oleh kekuatan militer yang besar. Semua kekuatan musuh dan gerakan pemberontakan berhasil dipadamkan, sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan damai. Masa pemerintahan Jahangir sangat  berbeda dengan masa pemerintahan Akbar. Salah satu salah satu karakteristik dari Jahangir selama  memerintah adalah  hanya mementingkan kehidupan yang hedonistik dan konsumtif. Pada masa pemerintahannya, budaya hidup hemat untuk pengeluaran belanja negara tidak ada. Di istana dan dalam perjalanan perjalanan perangnya, ia selalu memperlihatkan kekayaan dan kemewahannya.
Ketika ia menjabat sebagai raja diawal pemerintahannya ia harus menghadapi pemberontakan anaknya sendiri yaitu Khusru akibat ketidakpuasannya terhadap kebiasaan dan sikap bapaknya yang banyak dipengaruhi ibu tirinya  Nurjahan.[7] Selanjutnya permasalahan kedua yang  harus dihadapi adalah pecahnya perang antara Jahangir dengan penguasa Iran dalam usaha memperebutkan kota Kandahar. Dalam hal ini Jahangir memerintahkan Shah Jahan untuk memimpin tentara Kerajaan Mughal, namun karena ia merasa tidak mampu maka ia memberontak terhadap bapaknya. Jahangir marah dan menjatuhi hukuman yang mendorong Shah Jahan melarikan diri dan meminta suaka kepada Mohabat Khan, bekas pembesar Jahangir . Mohabat Khan berhasil menangkap Jahangir dalam perjalanan untuk menyerang Iran. Karena tidak tahan menerima penghinaan dan penderitaan yang dilakukan Mohabat Khan, Jahangir meninggal dunia pada tahun 1627.[8]
Pada masa pemerintahannya, Jahangir berhasil menundukkan Bengala (1612 M), Mewar (1614 M) Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas kenegarawanan yang diwarisi dari ayahnya yaitu Akbar. Selain itu ia juga berhasil menerapkan bahasa Urdu sebagai salah satu bahasa resmi negara sebagai akomodasi dari berbagai bahasa yang ada termasuk Sansekerta dan Prakrit (bahasa sehari-hari bagi masyarakat umum). Selain itu juga bahasa Turki (kalangan Istana), bahasa Persi (pejabat kantor), dan Bahasa Arab (kalangan agamawan).
 5.  Shah Jahan (1627-1658).
Ketika Jahangir meninggal, ia meninggalkan dua orang putera yaitu Shah Jahan dan Shahriar. Keduanya saling bersaing memperebutkan kekuasaan di Agra. Shah Jahan sebagai anak tertua sebenarnya tidak banyak menghadapi kesulitan untuk naik tahta. Shah Jahan telah menikah dengan Mumtaz Mahal, dan dari perkawinannya tersebut dikaruniai enam anak, 2 laki-laki dan 4 perempuan. Ketika ayahnya wafat, Syah Jahan berada di Dakka sedangkan Syahriar menyatakan diri sebagai raja di Lahore. Dengan alasan itu pada tahun 1628 M Syah Jahan memerangi dan menangkap Syahriar, kemudian ia naik tahta dengan gelar Abdul Muzaf Far Shahabudin Muhammad Shah Jahn Ghazi.
Pada masa pemerintahan Syah Jahan  bibit-bibit disintegrasi mulai tumbuh pada pemerintahannya, banyak muncul pemberontakan dan perselisihan dalam internal keluarga istana. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Mughal.  Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir. Selanjutnya  ia harus menghadapi Khan Jahan Lodhi, Sultan Afganistan dan Raja Rajfut. Sementara itu di India tengah  terdapat beberapa kerajaan Hindu yang juga mengadakan persekutuan sehingga menjadi sebuah kerajaan besar dengan nama Vijayanagar, Syah  Jahanpun harus menghadapi beberapa kerajaan Islam yang tidak senang dengan Kerajaan Mughal yaitu Ahmadnagar, Bijapur, Serar, Bihar Dan Golkonda. Iapun segera mengerahkan tentaranya untuk memerangi kekuatan  yang mengancam itu. Peperangan itupun berlangsung selama 6 tahun (1630-1636 M). Dalam peperangan tersebut ia hanya berhasil menaklukkan kerajaan Ahmadnagar dan Bijapur. Selain dapat mengatasi banyak pemberontakan di wilayahnya Shah Jahan juga  berhasil memperluas kekuasaanya ke Hyderabat, Maratha, dan Kerajaan Hindu lain yang belum tunduk kepada pemerintahan Mughal.
Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai berulah. Di samping mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka menculik anak-anak untuk dibaptis masuk agama Kristen. Tahun 1632 Shah Jahan berhasil mengusir para pemukim Portugis dan mencabut hak-hak istimewa mereka. Shah Jehan meninggal dunia pada 1657, setelah menderita sakit keras. Dalam masa masa akhir pemerintahannya  terjadi perang saudara diantara putra putra Shah Jahan yaitu Dara Shikoh, Shuja, Murad Baksh dan Aurangzeb. Melihat semua tuntutan sesama saudaranya Aurangzeb mengadakan pemberontakan secara terang terangan. Benteng Agra yang menjadi tempat bersemayamnya raja raja Mughal diserangnya. Shah Jahan berhasil ditangkap dan kemudian ditahan dalam benteng itu juga, sedangkan Murad Baksh yang memihak kepada Syah Jahan dibunuhnya. Dengan demikian Aurangzeb berhasil merebut kekuasaan dari ayahnya. Usaha selanjutnya yaitu membunuh saudaranya yang masih hidup  terutama Dara Shikoh. Ia dan keluarganya terus dikejar dan diburu kemana saja masuk hutan keluar hutan. Akhirnya ia berhasil dibunuh. Adapun Shah  yang ditahan dalam benteng Agra meninggal dalam usia 74 tahun.
Pada masa pemerintahannya, Shah Jahan meninggalkan hasil kebudayaan berarsitek tinggi, yaitu Taj Mahal, yang ia pernah persembahkan bagi permaisurinya yang telah meninggal. Di sana pula ia akhirnya dimakamkan oleh puteranya, Aurangzeb setelah ia meninggal.
6.  Aurangzeb (1658-1707).
Setelah saudara saudaranya yang menentang haknya untuk mewarisi tahta kerajaan meninggal. Akhirnya  Aurangzeb (1658-1707) dinobatkan sebagai raja Kerajaan Mughal yang ke-6. Ia diberi gelar Aurangzeb Alamghir yang berarti “yang menaklukkan dunia”. Dalam pemerintahannya Aurangzeb (1658-1707) menghadapi tugas yang berat. Kedaulatan Mughal sebagai entitas Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara. Maka pada masa pemerintahannya dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat Islam. Penulis menilai periode ini merupakan masa konsolidasi II Kerajaan Mughal sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri Islam. Aurangzeb berusaha mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat kebijakan politik keagamaan Akbar. Selain itu Aurangzeb meneruskan politik raja raja Mughal sebelumnya yaitu menaklukkan seluruh daerah Dakka. Hampir seluruh masa pemerintahannya digunakan untuk melakukan penaklukkan daerah-daerah di India tengah. Lawan yang sangat tangguh yang harus dihadapinya adalah bangsa Maratha. Dalam pertempuran selanjutnya Aurangzeb banyak mendapatkan kemenangan. Tahun 1685 M Bijapur berhasil dikalahkan. Tahun 1687 M Golkonda berhasil dikalahkan, semua harta kerajaan dirampas dan dikirim ke Agra. Pada tahun 1689 M Raja Sumbhaji dapat ditawan, selanjutnya pada tahun 1691 M Tanjore dan Trichinopoli di India Sselatan tunduk pada kekuasaan Mughal. Sejak itu Aurangzeb selalu memperoleh kemenangan. Sehingga daerah kekuasaan Mughal menjadi sangat luas hanya bangsa Maratha inilah yang tidak bisa ditaklukkan Aurangzeb.
Pada masanya kebesaran Mughal mulai menggema kembali, dan kebesaran namanyapun disejajarkan dengan pendahulunya dulu, yaitu Akbar. Adapun usaha-usaha Aurangzeb dalam memajukan Kerajaan Mughal diantaranya menghapuskan pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk peradilan yang berlaku  di India yang dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal pada tahun 1707 M.
Aurangzeb dinilai berhasil dalam menjalankan pemerintahan, ia memberikan corak keIslaman di tengah-tengah masyarakat Hindu. Aurangzeb mengajak rakyatnya untuk masuk Islam, ia menyuruh arca-arca Hindu ditanam di bawah jalan-jalan menuju mesjid agar orang Islam setiap harinya menginjak arca-arca tersebut. Kebijakan Aurangzeb itu banyak menuai kritik dari kalangan Hindu, di antaranya adalah kerajaan Rajput yang semula mendukung Kerajaan Mughal kemudian menentangnya. Tindakan yang sewenang-wenang itu pula yang pada akhirnya membawa Kerajaan Mughal mengalami masa kemunduran.[9] Selanjutnya  setelah Aurangzeb meninggal Kerajaan Mughal diperintah oleh Bahadur Syah.
7. Bahadur Syah (1707-1712)
Bahadur syah memiliki nama Muazzam sebelumnya ia menjadi penguasa di Kabul ia menganut aliran Syi’ah pada masa pemerintahannya ia dihdapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlalu memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.[10]  Setelah Bahadur meninggal dalam jangka waktu yang cukup lama terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.
8.  Azimus Syah.
Bahadur Syah  meninggal ia diganti Azimus Syah akan tetapi pemerintahannya ditentang  Zulfikar Khan putra Azad Khan wazir Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M lalu ia diganti oleh putranya Jehandar syah (1712-1713) yang mendapat tantangan dari Fahrukhsiyar (1713-1719) Jihandar dapat disingkarkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M. sebagai gantinya diangkat Muhammad Syah (1719-1748) yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan safawi di Persia.
Keinginan Nadhir untuk menundukkan kerajaan Mughal karena kerajaan ini banyak sekali memberikan bantuan kepada pemberontak Afgan di daerah Persia. Oleh karena itu ia menyerang kerajaan Mughal, Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan tunduk kepada Nadir Syah. Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia  bersedia membayar hadiah yang banyak kepada Nadhir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi kembali, terutama setelah jabatan wazir di pegang Chin Qilich Khan yang bergelar Nizamulk Mulk karena mendapat dukungan dari Maratha. Akan tetapi tahun 1732 M, Nizam Ul Mulk meninggalkan Delhi menuju Hydrabad dan menetap di sana. Setelah Muhammad Syah meninggal tahta kerajaan dipegang oleh Ahmad Syah kemudian diteruskan Alamghir II dan kemudian dilanjutkan Syah Alam (1761-1806 M). Pada tahun 1761 M kerajaan Mughal diserang  Ahmad Khan Durrani dari Afgan. [11]

B. Kemajuan Kerajaan Mughal.
            Kemajuan yang dicapai pada masa Kerajaan Mughal merupakan sumbangan yang berarti dalam mensyiarkan dan membangun peradaban Islam di India. Kemajuan-kemajuan tersebut antara lain:
1. Bidang  administrasi pemerintahan.
           Dalam kaitannya dengan bidang administrasi ini serta dalam rangka mengatur wilayah yang luas, Kerajaan Mughal membagi wilayahnya menjadi 20 provinsi. Masing-masing provinsi di kepalai oleh seorang gubernur yang bertanggung jawab kepada Sultan, pemerintahan Mughal juga memiliki tata cara administrasi, gelar resmi serta mata uang yang seragam. Adapun bahasa resmi dan ditingkat birokrasi pemerintahan dan dalam dokumen-dokumen resmi kenegaraan memakai bahasa Persia. Selain itu ada juga jabatan Wazir untuk mengurus administrasi pemerintahan. Dalam banyak wilayah posisi Nazir ini sangat penting sebagai pelaksana tehnik operasional di tingkat atas realisasi program program pemerintahan. Selanjutnya untuk melaksanakan kebijakan pemerintahan para penguasa dibantu oleh beberapa dewan, seperti diwan  a khalisa yang bertugas mengurus wilayah, diwan I tan yang bertugas mengangkat dan menempatkan para aparat pemerintah daerah the mir bahhsi yang bertugas mengurus militer dan merekrut calon pejabat. Di samping itu ada sadr al sudur yang bertugas mengurus masalah keagamaan. Untuk pelayanan masyarakat dikelola oleh suatu badan yang bernama mansabdari.
          Ketika  pemerintahan Akbar banyak ditetapkan kebijakan seperti menata sistem pemerintahannya dengan sistem militer termasuk ke seluruh daerah taklukannya. Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang sipah salar (kepala komandan), subdistrik dipegang oleh Faudjar (komandan). Selain itu terbentuk landasan institusional dan landasan georafis bagi kekuatan imperiumnya, pemerintahan Mughal pada umumnya dijalankan oleh pembesar kalangan elit militer dan politik seperti dari Iran, Turki, Afghan, dan Muslim asli India.[12] Para pejabat elit di organisasi sesuai dengan mansadar yang merupakan sebuah sistem dimana masing-masing pejabat memilki dua kedudukan yaitu posisi hierarki dan sawar yang menyatakan jumlah tentara yang harus dikerahkan ke medan perang.[13]
2. Bidang Politik dan Militer.
Pada masa pemerintahan Akbar, ia berhasil mencapai keemasan hal ini berkat politik yang diterapkannya yaitu politik Sulakhul atau toleransi universal. Sehingga masa pemerintahannya cukup berhasil dan wilayah kekuasaannya pun semakin meluas seperti Chundar, Ghond, Chitor, Kashmir, Bengal, Bihar, Gujarat,Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Usaha ini berlangsung hingga masa Aurangzeb. Sistem  ini sangat tepat karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal adalah sistem Islam. Di sisi lain terdapat juga rasa atau etnis lain yang juga terdapat di India. Lembaga yang merupakan produk dari system ini adalah Din-i-Ilahi dan Mansabdhari.
Di bidang militer, pasukan Mughal dikenal sebagai pasukan yang kuat. Mereka terdiri dari paukan gajah, berkuda dan meriam. Wilayahnya dibagi dalam system distrik-distrik. Setiap distrik dikepalai oleh sipah salar dan sub distrik dikepalai oleh Faujdar. dengan system inilah pasukan Mughal berhasil menaklukkan daerah-daerah disekitarnya
3.   Bidang ekonomi.
Pemerintah Mughal juga memajukan bidang ekonomi dimana saat itu Kerajaan Mughal berhasil mengembangkan program pertanian, pertambangan dan pedagangan, sehingga sumber keuangan Negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertaniann. Karena pertimbangan signifikansi sektor ini pulalah, salah seorang penguasa Mughal Jahangir kemudian mengijinkn Inggris dan Belanda untuk mendirikan industri pengolahan pertanian di Surath. Dari hasil pertanian ini pulalah yang kemudian menjadi komoditi ekspor Mughal ke berbagai kawasan seperti Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tenggara.[14] Adapun kontribusi Mughal di bidang ekonomi adalah memajukan pertanian terutama untuk tanaman padi, kacang, tebu, rempah-rempah, tembakau dan kapas. Pemerintah membentuk lembaga khusus untuk mengatur masalah pertanian. Wilayah terkecil disebut deh, dan beberapa deh tergabung dalam bargana (kawedanan) setiap komunitas petani dipimpin oleh mukaddam. Melalui mukaddam inilah pemerintah berhubungan dengan petani.
Dalam ensiklopedi Islam disebutkan bahwa komoditas andalan kerajaan ini adalah kain, rempah rempah, gula, garam, wol dan parfum. Karena itu bisa dikatakan bahwa perekonomian kerajaan Mughal dalam kondisi bagus.[15] Di samping pertanian, pemerintah juga memajukan industri tenun. Hasil industri ini banyak di ekspor keluar negeri seperti Eropa, Arabia, Asia Tenggara dan lain-lain.
4. Bidang keagamaan
a. Secara  umum para penguasa Kerajaan Mughal beraliran sunni. Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi'ah untuk mengembangkan pengaruhnya.  Bahkan sebagian mereka terkenal ortodoksinya diantara mereka adalah Jahangir, Syah Jahan dan Aurangzeb. Pada masa Jahangir bidang keagamaan  muncul seorang Mujaddid terkemuka Syekh Ahmad Sirhindi ia mempraktekkan Tarekat Naqsabandiyah.
b. Pada masa Akbar, perkembangan agama Islam di Kerajaan Mughal mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam. Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru. Pada prakteknya, Din-i-Ilahi bukan sebuah ajaran tentang agama Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan umat-umat beragama di India. Sayangnya, konsepsi tersebut mengesankan kegilaan Akbar terhadap kekuasaan dengan simbol-simbol agama yang di kedepankan.  
c. Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang merasa disiasiakan dan dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh Parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakanya bahasa Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan oleh Kerajaan Mughal.
d.   Pada masa ini juga dibentuk sejumlah badan keagamaan berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, thariqat Sufi, persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi'ah.
e.  Pada masa Aurangzeb berhasil disusun sebuah risalah hukum Islam atau upaya kodifikasi hukum Islam yang dinamakan fatwa alamgiri.
5.  Bidang ilmu pengetahuan
 Selain bidang ekonomi Kerajaan Mughal juga banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Sejak berdiri, banyak ilmuwan yang datang ke India untuk menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan istana Mughal pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Hal ini karena adanya dukungan dari penguasa dan bangsawan serta ulama. Studi-studi  di bidang yang dianggap keilmuan non agama seperti logika, filsafat, geometri, geografi, sejarah, politik dan matematika digalakkan. Semangat itu juga ditunjang dengan  dibangunnya berbagai sarana pendidikan, pada zaman Syah Jahan dan Aurangzeb mereka memberikan sejumlah besar dana dan tanah untuk membangun pusat pendidikan seperti sekolah-sekolah tinggi di samping  juga pusat pengajaran Lueknow. Madrasah yang muncul pada periode selanjutnya yaitu madrasah Deoband, ini membuktikan bahwa dunia intelektual pemerintahan Mughal di India cukup eksis. Di tiap-tiap masjid memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang guru.
Di bidang historiografi sudah mengalami perkembangan yang bagus. Setidaknya ada dua otobiografi yang terkenal  yang dihasilkan pada masa ini yaitu babur’s memoirs dan Jahangir‘s memoirs. Sejarawan yang cukup termashur pada masa Mughal yaitu Absul Fazl dengan karyanya Akbar nama dan Ain-i Akbari yang memaparkan sejarah dan kepemimpinannya. Namun historiografi medieval India umumnya berkisar pada masalah politik dari pada agama. Dan pada masa Syah Jehan didirikan sebuah perguruan tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin bertambah ketika pemerintah dipegang oleh Aurangzeb.
Selain itu dibangun juga perpustakaan, seperti di Agra yang pada tahun 1641M telah memiliki 24.000 buku. Akibat dari banyaknya sekolah yang dibangun, maka banyak lahir para ahli intelektual, atau pengarang-pengarang seperti dalam bidang politik, filsafat, hadis, qur’an, tasawuf, at-thib ( ilmu kedokteran ), ilmu pasti, ilmu peperangan, ilmu teknik. Dokter-dokter pengarang besar abad 17 pada masa Mughal India adalah Dara Shukuh yang mengarang kedokteran Dara Shukuh, yang merupakan ensiklopedi medis besar terakhir dalam Islam. Ia juga dikenal sebagai seorang sufi. Ilmu medis Islam terus berkembang di India sepanjang abad 12 H/ 18 M, seperti skala kedokteran yang dibuat oleh Muhammad Akbar Syah Arzani dari Shiraz. Dengan kehadirannya ilmu medis India/ Islam yang merupakan ilmu medis yang berbentuk filosofi medis (memakai pendekatan kepada Allah) hidup bersaing dengan ilmu medis modern Eropa. Di samping banyak madrasah dan ulama lahir pula Mausu’at dan Majmu’at (Buku kumpulan berbagai ilmu dan masalah, seperti ensiklopedi).
Bidang sastra juga menonjol. Banyak karya sastra yang digubah dari bahasa Persia ke bahasa India. Pada masa Akbar berkembang bahasa Urdu, yang merupakan perpaduan antara bahasa Persia dan Hindi asli. Bahasa Urdu pernah dijadikan bahasa ilmu pengetahuan diantaranya karangan Ikhwanus Shofa di salin ke dalam bahasa Urdu oleh Ikrom Ali. Bahasa Urdu ini kemudian banyak dipakai di India dan Pakistan sekarang. Sastrawan Mughal yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayashi, dengan karya monumentalnya Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung kebajikan jiwa manusia.
6. Bidang karya seni dan budaya serta arsitektur.
Dimasa kerajaan ini muncul hasil-hasil karya yang indah. Para penguasanya menyukai keindahan. Hal ini bisa dilihat pada sikap mereka dalam dunia arsitektur. Dalam karya seni terbesar yang  dicapai pada masa Dinasti Mughal khususnya,  Pada masa Akbar dibangunnya istana  Fatfur Sikri di Sikri, vila dan masjid-masjid yang indah, makam Jahangir dan  taman Shalimar di Lahore. Pada masa Syekh Jehan dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra yang merupakan puncak karya arsitektur kerajaan Mughal pada masanya, masjid Raya Delhi, dan istana indah di Lahore.[16]  Selain itu di kota Delhi Lama (Old Delhi) lokasi bekas pusat Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur, berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405).
Terdapat juga seni lukis, gubahan syair dan munculnya sejarawan pada masa Aurangzeb. Hasil karya seni  saat itu sejumlah para penyair seperti Urfi, Naziri, dan Zunuri, menduduki posisi tinggi dalam sejarah puisi Persia.  Hasil arsitektur Mughal sangat terkenal dan dapat dinikmati sampai sekarang. Ciri yang menonjol dari arsitektur Mughal adalah pemakaian ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni. Bangunan yang menunjukkan ciri ini antara lain: benteng merah, istana-istana, makam kerajaan dan yang paling tujuh keajaiban dunia yang dibangun oleh Syekh Jehan khusus untuk istrinya Nurjahan yang cantik jelita. Bangunan lain yang bermotif sama adalah Masjid Raya Delhi yang berlapis marmer dan sebuah istana di Lahore. Adapun    taman-taman kreasi Mughal menonjolkan gaya campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal.
 Kebijakan-kebijakan dalam pengembangan kebudayaan ditampakkan adanya bentuk perpaduan antara unsur Islam dengan Hindu. Bentuk ini misalnya dapat dilihat secara jelas pada arsitektur dan lukisan pada beberapa benteng dan istana di Ajmer, Agra, Allahabad, Lahore, dan Fathepur Sikri. Sejumlah bangunan dinding yang berkelok-kelok untuk menyangga bagian atap, bentuk-bentuk zoomorphic, motif lonceng dan rantai, dan sejumlah sarana lainnya, seluruhnya telah digunakan dalam konstruksi bangunan masjid dan istana zaman sebelumnya. Kubah yang lahir dari tradisi arsitektur Muslim dipakai baik untuk masjid maupun kuil.
Beberapa macam kemajuan yang dicapai kerajaan mughal di atas  ternyata tidak lepas dari beberapa faktor yang membuat kerajaan ini mencapai masa kejayan. Adapun  faktor-faktor  tersebut adalah sebagai berikut :
a.     Kerajaan Mughal memiliki pemerintahan dan raja yang kuat. Politik toleransi dinilai dapat menetralisir perbedaan agama dan suku bangsa, baik antara Islam-Hindu, Ataupun India-non India (Persia-Turki).
b.    Hingga Pemerintahan Aurangzeb, rakyat cukup puas dan sejahtera dengan pola kepemimpinan raja dan program kesejahteraannya.
c.    Prajurit Mughal dikenal sebagai prajurit yang tangguh dan memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini diwarisi dari Timur Lenk yang merupakan  para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah dan cukup dominan dalam ketentaraan.
d.     Sultan yang memerintah sangat mencintai ilmu dan pengetahuan. Para "Bangsawan Mughal mengemban tanggung jawab membangun masjid, jembatan, dan atas berkembangnya kegiataan ilmiah dan sastra".  

C.       Kemunduran  Dan Runtuhnya Kerajaan Mughal.
Sebagai dinasti yang paling besar di India , pemerintahan Mughal memang paling sering disebut sebagai salah satu dari dinasti besar terakhir dalam Islam yang berada di wilayah India. Tapi kesuksesan yang sudah diraih hampir 2 abad hingga Kerajaan Mughal berada dalam masa kejayaannya itu , Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu  mempertahankan kebesaran dan kejayaan yang telah dibina oleh sultan sultan sebelumnya. Mereka tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Karena itu tanda-tanda kemunduran sudah mulai  terlihat, beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Mughal antara lain:
1.    Faktor internal.
Pada tahun 1707 M, sultan Aurangzeb meninggal dunia. Dia termasuk sultan yang terakhir yang memiliki pengaruh di Kerajaan Mughal. Setelah itu Muazzam sebagai putra sulung dari Aurangzeb yang menggantikan posisi ayahnya sebagai penguasa baru di Kerajaan Mughal. Muazzam digelari Bahadur Syah. Muazzam yang berpaham Syi’ah mendapatkan tantangan dari penduduk Lahore disebabkan memaksakan penduduknya untuk berpaham seperti dirinya. Ketika Aurangzeb masih hidup, sudah mulai muncul tantangan-tantangan dalam pemerintahannya. Dia juga melihat sering terjadi perebutan kekuasaan di dalam keluarga istana karena itulah sebelum dia meningal dunia dia membagi daerah kekuasaannya di kemudian hari. Muazzam anaknya yang sulung berkuasa di India bagian utara, Azimah anak tengah diberi kekuasaan di barat daya sedangkan Kam bakhs yang bungsu diberi kuasa atas daerah Golkandah dan sekitarnya. Dengan demikian perpecahan di tubuh Kerajaan Mughal dapat dihindarkan.[17]
Akan tetapi setelah Aurangzeb meninggal  Muazzam putra sulungnya mempunyai ambisi untuk menguasai  seluruh wilayah kekuasaan ayahnya. Ini terbukti Muazzam mulai merebut daerah yang sudah diberikan pada adiknya tanpa mempertimbangkan wasiat ayahnya. Muazzam menghimpun kekuatan yang sangat besar untuk menghadapi kedua saudaranya. Perang saudarapun tak dapat terelakkan. Sehingga perpecahan keluarga istana Mughal yang semula dihindari oleh Aurangzeb justru menjadi kenyataan dengan peperangan itu. Muazzam bukan hanya bertikai dengan kedua saudaranya tapi juga mendapat tantangan dari  kalangan-kalangan hindu yang tidak menyukai pemerintahan Muazzam. Dan setelah Muazzam meninggal terjadilah perebutan kekuasaan dari dalam istana. Bahadur Syah digantikan oleh Azimus Syah putranya sendiri. Pada masa Azimus  ia mendapat tantangan dari Zulfikar Khan , putra Azad Khan, wazir Aurangzeb. Ketika Azimus Syah meninggal dia digantikan oleh putranya Jihandar Syah, Jihandar Syah mendapat tantangan dari adiknya yang bernama Farukh Siyar, Farukh dapat mengalahkan kakaknya. Farukh Siyar memerintah dengan mendapat dukungan dari kelompok Sayyid, akan tetapi diapun harus tewas dari tangan pendukungnya sendiri tahun 1719 M. Sebagai gantinya dianggkat Muhammad Syah yang akhirnya diusir oleh Nadhir Syah dari Persia.
 Di samping faktor dia atas kemunduran Kerajaan Mughal juga disebabkan karena faktor agama. Orang orang India yang mayoritas hindu sedangkan Islam adalah agama minoritas pemeluknya, tetapi Islam dianut oleh penguasa dan elitnya, walaupun penduduk biasa juga ada yang beragama Islam, tetapi secara kuantitatif tetap kalah jumlah dengan yang memeluk agama hindu.
2.    Faktor eksternal.
Jika diperhatikan faktor ekstenal ini tidak bisa dilepaskan sama sekali dengan konflik yang terjadi di kalangan istana. Pertikaian dalam keluarga merupakan salah satu alasan yang menyebabkan pihak luar untuk terlibat dalam urusan istana. Pihak luar terkadang bersedia membantu tokoh yang mereka sukai untuk menjatuhkan lawan politiknya. Sehingga  terkadang terjadi ada raja yang diangkat lalu diturunkan. Kondisi demikian kemudian dipergunakan oleh orang hindu untuk melepaskan diri dari pemerintahan Mughal. Ketika Aurangzeb mereka berani menentang apalagi pada masa kemunduran Kerajaan Mughal. Orang-orang hindu melakukan pemberontakan lagi ketika Mughal diperintah Bahadur Syah. Dibawah pimpinan Banda, dan mereka berhasil merampas kota Sandapura disebelah utara Delhi mereka juga berusaha merebut kota Sirhin dan melakukan penjarahan serta perampokan terhadap penduduk yang beragama Islam. Demikian juga golongan Maratha dibawah pimpinan Raja Baji Rao dapat merampas sebagian daerah Gujarat tahun 1732 M.[18] ketika orang orang hindu bangkit justru umat Islam Mughal mulai pada fase kemundurannya.
Selain itu ancaman juga datang dari Persia. terutama ketika Nadir Syah naik tahta, saat itu Mughal dipimpin Mahmud Syah. Oleh karena itu karena wilayahnya yang luas dan kaya itulah yang menyebabkannya menjadi incaran pihak lain .[19] Maka tidak heran jika kemudian Nadir Syah  segera mengirim dutanya ke Delhi akan tetapi Raja Mughal tidak mau menerima kehadiran duta tersebut. Sikap ini membuat Nadir Syah menyusun tentaranya dan menyerang Delhi. Tahun 1739 ia berhasil menaklukkan Pesyawar dan Lahore, kemudian pasukan tersebut menuju ke kerajaan  dan hampir tidak ada perlawanan saat itu. Pada saat masuk ke kota Delhi, Nadir Syah mengijinkan tentaranya melakukan perampasan, perampokan dan pembunuhan secara besar besaran  terhadap rakyat India. Kekayaan India di rampas dan India seolah tak berdaya  tetapi Mahmud Ssyah diijinkan tetap jadi raja Mughal dengan kewajiban membayar upeti kepada Persia.[20]
Situasi semakin parah tatkala bangsa-bangsa Eropa melakukan hubungan dagang. Di pantai selatan India terjadi persaingan dagang antara Portugis, Belanda Perancis dan Inggris. Dalam kompetisi tersebut Inggris lebih unggul. Sehingga Inggris diberikan ijin untuk menetap di Bengal India timur, setelah mendapat ijin dari Kerajaan Mughal Inggris membentuk perserikatan dagang India timur yang disebut The East India Company (EIC)  tahun 1600 M dengan maksud menguasai sumber komoditi India. Untuk memperkuat kedudukannya iapun meminta ijin untuk mendirikan kantor di Surath kemudian Sir Thomas di Malabar dan di Bombay. Serta di Madras.[21] Hal ini semakin memperkokoh kedudukan Inggris di India.
Pada saat instabilitas politik di Kerajaan Mughal Inggris  memanfaatkannya dengan mulai menggunakan kekuatan bersenjata untuk memperluas wilayah kekuasaannya dengan menyerang Benggala (1757 M), kemudian daerah pesisir timur India selanjutnya ke Buxar (1764) kemudian  Inggris menyerang Mysore (1799 M) di bawah pimpinan Willesly dan berhasil membunuh penguasa Mysore yang bernama Tippo, Alam Syah yang memerintah Mughal saat itu hanya sebagai boneka yang dapat diatur dan hampir tidak memiliki otoritas yang berarti. Meksipun selanjutnya penguasa Mughal berganti ke tangan Akbar II Inggris terus melakukan penjarahan dan merebut daerah kekuasaan Mughal. Semua daerah yang dulu dikuasai Mughal akhirnya jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1857 M.[22]
Setelah Syah Alam meninggal Kerajaan Mughal selanjutnya dipegang oleh Akbar II (1806-1837). Pada masa pemerintahannya, Akbar memberikan konsesi kepada BEIC untuk mengembangkan usahanya di Anak Benua India sebagaimana yang diinginkan Inggris, tetapi pihak perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Dengan demikian, kekuasaan berada ditangan Inggris meskipun kedudukan dan gelar sultan masih dipetahankan. Bahadur Syah (1837-1858), sebagai penerus Akbar tidak menerima isi perjanjian antara BEIC dan ayahnya, sehingga terjadi konflik antara dua kekuatan tersebut.[23] Ia menyadari bahwa biaya kerajaan ternyata ditanggung oleh orang asing, sehingga sang ayah tidak mampu mengambil inisiatif untuk memajukan kerajaan.
Dalam hati Bahadur Syah timbul penilaian bahwa Inggris sudah semakin berani dan perbuatan mirip seperti penguasa atau penjajah, tetapi terselubung. Sebagai keturunan Timur yang Agung, Bahadur Syah merasa malu harus menengadahkan tangan dan menerima pemberian orang lain. Pada waktu yang sama, pihak BEIC mengalami kerugian karena penyelenggaraan administrasi perusahaan yang kurang efesien, padahal mereka harus tetap menjamin kehidupan istana.
Untuk menutupi kerugian sekaligus memenuhi kebutuhan istana, BEIC mengadakan pungutan tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena merasa ditekan, masyarakat India, baik yang beragama Hindu maupun Islam, bangkit mengadakan pemberontakan. Mereka meminta Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan Kerajaan Mughal di India.[24] Oleh karena itu, dengan diam-diam Bahadur Syah berusaha menggalang satu kekuatan yang ditujukan untuk mengusir segala bentuk penjajahan. Kemudian, sesudah menghimpun kekuatan, terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. Akan tetapi mereka dapat dipatahkan dengan mudah karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Kemudian Inggris menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Mereka disuir dari kota Delhi. Rumah-rumah ibadah banyak yang dihancurkan dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir diusir dari istana.
Dengan demikian berakhirlah sejarah Kerajaan Mughal di daratan India. Di sana, hanya tersisa umat Islam yang harus berjuang mempertahankan eksistensinya, karena sejak itu hukum yang berlaku di India adalah hukum Britania dan bahasa resmi yang dipergunakan adalah bahasa Inggris.
Adapun menurut Badri Yatim faktor penyebab mundurnya kekuasaan Kerajaan Mughal setelah satu setengah abad berkuasa adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer-militer Inggris di wilayah-wilayah  pantai tidak dapat segera di pantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka tidak terampil menggunakan senjata buatan Mughal sendiri.
b.  Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam menggunakan uang negara.
c.    Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ‘kasar’dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya. Sehingga menimbulkan konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
d.    Semua pewaris takhta kerajaan pada paruh terkhir adalah orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[25]

ANALISA PENULIS
Dari pemaparan makalah di atas penulis dapat menganalisis bahwa faktor berdirinya Kerajaan Mughal adalah karena adanya ambisi dan karakter Babur sebagai pewaris keperkasaan ras Mongolia dan sebagai  jawaban atas krisis yang tengah melanda India saat itu. Kerajaan Mughal merupakan warisan kebesaran Timur Lenk, dan bukan warisan keturunan India yang asli. Meskipun demikian, Kerajaan Mughal telah memberi warna tersendiri bagi peradaban orang-orang India yang sebelumnya identik dengan agama Hindu.
Sebagaimana kerajaan atau dinasti-dinasti sebelumnya yang adakalanya berada di atas di puncak kejayaan dan adakalanya berada di bawah mengalami kemunduran, dinasti Mughal juga sama halnya dengan dinasti-dinasti tersebut. Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal berbeda dengan kemajuan dinasti-dinasti pada masa klasik Islam. Hal ini dapat dilihat bahwa kerajaan Mughal di bidang intelektual/ilmu pengetahuan tidak sebanding dengan kemajuan di zaman klasik.
Kerajaan Mughal mencapai puncak kejayaan  dan kejayaan tersebut tidaklah dicapai secara mudah. Sebagaimana kita ketahui bahwa  umat Islam di masa ini termasuk golongan minoritas di tengah mayoritas hindu. Namun walaupun termasuk golongan minoritas ternyata Kerajaan Mughal  tetap berhasil memperoleh kecemerlangan, hal ini dapat dilihat bahwa sistim administrasi pemerintahan yang diterapkan oleh Kerajaan Mughal sudah sangat tertata rapi  dan hal ini  berdampak positif untuk  perjalanan pemerintahan yang baik dan maju. Adapun jika melihat kemajuan yang dicapai dalam bidang arsitektur maka kita  dapat melihat  sisa-sisa kejayaan Kerajaan Mughal dari bangunan-bangunan bersejarah yang masih bertahan hingga sekarang. Misalnya Taj Mahal di Agra, makam megah yang dibangun pada masa Syah Jahan untuk mengenang permaisurinya, Mumtaz Mahal, adalah saksi bisu kemajuan arsitektur Islam pada masa dinasti ini. Bangunan indah yang termasuk “tujuh keajaiban dunia” ini memang sudah usang, lusuh, dan tidak terawat. Namun, kemegahan dan keindahannya menjadi bukti sejarah akan kokohnya peradaban Islam di India pada waktu itu.
 Adapun alasan  bahwa kemajuan yang dicapai pada masa dinasti Mughal. tidak sebanding dengan dinasti-dinasti pada zaman klasik Islam adalah metode berpikir yang dipakai pada masa ini adalah metode berfikir tradisional, sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan sudah hancur  dan hilang  akibat serangan kerajaan Mongol, kekuasaan pada saat ini dikuasai oleh orang Turki  dan Mongol  yang lebih dikenal sebagai bangsa yang senang berperang dari pada bangsa yang suka dan cinta ilmu.
Di samping kemajuan yang diperoleh kerajaan Mughal di atas, Jika  melihat beberapa kejadian yang telah terjadi di   Kerajaan Mughal di akhir pemerintahannya  ternyata sebab kemunduran Kerajaan Mughal tidak jauh berbeda dengan sebab kemunduran dinasti-dinasti lain sebelumnya seperti dinasti Umayyah dan Abbasiyah dan dinasti-dinasti yang lainnya, yaitu pertama adanya faktor dari dalam Kerajaan Mughal sendiri yaitu  munculnya perebutan kekuasaan di dalam istana   dan kebijakan para penguasa yang tidak diinginkan oleh rakyat. Dalam hal ini kerajaan Mughal ketika diperintah  Aurangzeb mengeluarkan kebijakan yang berimplikasi terhadap munculnya gerakan-gerakan pemberontakan dan konflik agama,  dalam bidang Ilmu Pengetahuan kurang adanya atau lemahnya sentuhan intelektual (pemikiran) dan estetika (satra dan sains) yang ditandai dengan memudarnya karya-karya kreatif dibanding dengan era kejayaan dinasti Abbasiyah. Setelang Aurangzeb meninggal tidak ada lagi pengganti yang mampu mempertahankan, apalagi memajukan Dinasti Mughal yang telah mencapai kejayaannya. Pada umumnya mereka lemah dan tidak mampu menyelesaikan problema yang dihadapi.
Di samping pengganti Aurangzeb adalah orang-orang yang lemah kepemimpinannya, mereka juga dilanda dekadensi moral dan hidup mewah di istana. Misalnya, Kenaikan Jihandar Syah sebagai sultan, Selain faktor-faktor di atas Kerajaan Mughal juga mengalami kemunduran  karena kedua adanya faktor dari luar kerajaan yaitu adanya intervensi asing seperti yang dilakukan oleh Inggris.


BAB III
KESIMPULAN

1. Pendiri Kerajaan Mughal adalah Zahirudin Muhammad Babur, berasal dari keturunan Timur Lenk dan Jengis Khan. Kerajaan Mughal berdiri pada tahun 932 H/1526 M di India. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Setelah naik tahta ia mencanangkan obsesinya untuk menguasai seluruh Asia Tengah, sebagaimana Timur Lenk tempo dulu. Namun, ambisinya itu mengalami kegagalan karena terhalang oleh kekuatan Urbekiztan, Namun berkat bantuan Ismail I (1500-1524 M) raja Safawi, Babur dapat menguasai Samarkand  dan Kabul, ibukota Afganistan. Pada saat Babur berkuasa di Kabul, ia meneruskan expansinya ke India, Punjab.  Babur berangkat dari Kabul menuju Punjab bersama pasukannya dan iapun berhasil menguasai Punjab. Setelah itu ia  menuju Delhi untuk menyerang Ibrahim yang mengerahkan pasukannya sebanyak 100.000 prajurit, terjadi pertempuran besar di kota Panipat. Sultan Ibrahim Lodhi beserta ribuan tentaranya  dapat dikalahkan oleh tentara Sultan Babur, dan berakhirlah kerajaan Delhi. Dengan berakhirnya Kerajaan Delhi maka  Sultan Babur kemudian mendirikan Kerajaan Mughal dan pemerintahannya terkenal dengan nama Kesultanan Mughal dengan ibu kotanya di kota Delhi.
2.   Kerajaan Mughal membawa beberapa kemajuan dalam Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan,  administrasi pemerintahan, politik, militer, seni,budaya dan arsitektur dan juga dalam bidang ekonomi khususnya. Peninggalan yang dikenal sampai sekarang dari Kerajaan Mughal dan termasuk salah satu keajaiban dunia adalah Taj Mahal.
3.  Kemunduran Kerajaan Mughal ditandai dengan konflik di kalangan keluarga kerajaan, yang intinya adalah saling berebut kekuasaan. Keturunan Babur hampir semuanya memiliki watak yang keras dan ambisius, sebagaimana nenek moyang mereka yaitu Timur Lenk yang juga memiliki sifat demikian. Ketika Jehangir menggantikan Akbar I, ia mendapat pemberontakan dari anaknya yaitu Khusru yang juga ingin tampil sebagai penguasa Mughal. Begitu pun saat Syah Jihan mulai mendekati ajalnya, anak-anak Syah Jihan di antaranya Aurangzeb, Dara siqah, Shuja, dan Murad Bakhs saling berebut kekuasaan hingga menyebabkan perang saudara yang berkepanjangan. Selain itu dinasti ini mengalami kemunduran karena adanya intervensi bangsa asing.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zainal Abidin. Sejarah Islam Dan Umatnya (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).

Fu’adi, Imam. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Yogyakarta: Teras, 2012).

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III (Jakarta: Bulan Bintang, 1981).

Karim, M Abdul. Sejarah Dan Peradaban Islam. (Yogyakarta: Bagaskara Yogyakarta, 2012).

Kusdiana,Ading. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Periode  Pertengahan  (Bandung: Pustaka Setia,2013).

Mahmudunnasir, Syed. Terj. Adang Affandi, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2005).

M. Lapidus, Ira. Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. 2000).

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan  (Jakarta: Bulan Bintang, 1992).

Thohir,  Ajid. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam Mencetak Akar –Akar Sejarah, Sosial, Politik, Dan Budaya Umat Islam (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. 2004).

Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994).

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: Rajawali Pers, 2008 ).